
Para ilmuwan mencatat, satu dari tiga suapan makanan yang kita santap lahir dari kerja lebah. Bukan dari pabrik. Bukan pula dari mesin. Dari sayap-sayap kecil yang bergetar di antara bunga. Dengan cara sederhana, mereka menukar serbuk sari dari satu bunga ke bunga lain, lalu membawa nektar pulang ke koloninya.
Tanpa disadari, mereka juga bekerja untuk kita: membuat apel lebih ranum, tomat lebih manis, bahkan padi lebih subur. Vitamin yang menjaga penglihatan, kekebalan tubuh, hingga kesehatan kulit banyak bergantung pada hasil penyerbukan mereka.
Namun dunia modern sering tidak ramah. Lahan hijau berganti beton. Pestisida menyapu bunga-bunga liar. Dan iklim kian sulit ditebak. Organisasi Pangan Dunia (FAO) mencatat populasi lebah global menurun drastis dalam dua dekade terakhir.
Para peneliti di Indonesia pun menemukan tren serupa: keanekaragaman penyerbuk berkurang akibat pola tanam monokultur dan penggunaan bahan kimia berlebih. Bila lebah lenyap, ancaman kelaparan bukan lagi imajinasi.
Bukankah ini bukti bahwa keserakahan manusia mengundang bencananya sendiri?
Sebagaimana diingatkan Allah:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum [30]: 41)
Kerusakan itu bukan hanya pada alam, tapi juga pada hati manusia. Ketika keserakahan menutup rasa syukur, kita lupa bahwa bumi ini adalah titipan, bukan milik abadi.
Di sinilah pelajaran spiritual dari seekor lebah hadir. Allah berfirman:
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari segala macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu.’
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. An-Nahl [16]: 68–69)
Betapa tinggi martabat seekor lebah. Ia diberi wahyu. Bukan perintah keras, tapi ilham lembut dari Tuhan. Dari tubuh kecil itu lahir madu, penyembuh bagi manusia. Dari langkah kecil itu lahir manfaat besar bagi kehidupan.
Lebah bekerja tanpa pamrih. Tidak ada yang mengingat namanya, tapi hasilnya dinikmati seluruh alam. Ia mengingatkan kita bahwa kerja kecil yang dilakukan dengan konsistensi dan keikhlasan mampu memberi manfaat bagi semesta.
Lebah juga simbol gotong royong. Tidak ada lebah yang hidup sendiri. Mereka membangun koloni dengan disiplin yang luar biasa: ada yang menjaga sarang, ada yang mencari nektar, ada yang merawat larva. Semua bekerja untuk keberlangsungan bersama.
Begitulah lebah. Kecil tapi bercahaya. Ia hidup bukan untuk dirinya, tapi untuk kehidupan di sekitarnya.
Dari cara lebah bekerja, kita belajar tentang tatanan yang terjaga. Tidak ada yang berlebihan, tidak ada yang serakah. Dalam ekosistem lebah, keseimbangan adalah hukum tertinggi. Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-A‘raf [7]: 56)
Maka menjaga lebah bukan sekadar menjaga serangga kecil, tetapi menjaga hukum keseimbangan yang menopang kehidupan.
Pelajaran praktisnya sederhana namun dalam maknanya:
Menanam bunga di pekarangan, mengurangi pestisida, mendukung peternak lebah lokal adalah bentuk rasa syukur yang nyata. Dengan melindungi lebah, sesungguhnya kita sedang menjaga rezeki sendiri.
Lebah mengajarkan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh hanya mengejar angka, tetapi juga harus menghargai ekosistem kecil yang menopang kehidupan. Dunia ini berdiri bukan karena yang besar dan kuat, melainkan karena yang kecil dan setia bekerja dalam diam.
Lebah adalah guru kecil dari alam, pengingat agar manusia hidup dalam harmoni, bekerja dengan keikhlasan, dan memberi manfaat dengan ketulusan.
ditulis dengan bantuan AI