Shared tulisan

Tentang Agus Somamihardja

Agus Somamihardja adalah pegiat kedaulatan pangan yang telah mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan pangan lokal sebagai fondasi bangsa yang merdeka. Lulusan IPB dan AIT Thailand ini percaya bahwa ketergantungan pada impor pangan bukan hanya masalah ekonomi, tapi krisis jati diri bangsa.

Sebagai pendiri Rumah Pangan Nusantara-Bogor (RPN-B) dan Ketua Dewan Pakar Paguyuban Petani Koro Pedang Indonesia (PPKPI), ia menggagas gerakan kemandirian tempe berbasis kacang loka, khususnya koro pedang. Lewat Kemitraan dan menggiatkan pelatihan petani, advokasi kebijakan, dan riset lapangan, Agus membuktikan bahwa solusi besar bisa tumbuh dari tanah sendiri.

Slogan:
“Mari makan apa yang Petani kita tanam.”

Visi:

Membangkitkan kembali kepercayaan diri bangsa melalui kemandirian pangan.Β 
Tempe bukan sekadar lauk, tetapi lambang harga diri dan simbol perlawanan terhadap ketergantungan. Bila tempe warisan budaya leluhur dapat kembali diproduksi dari berbagai jenis kacang lokal hasil panen petani kita, maka akan tumbuh kembali keyakinan bahwa bangsa ini mampu berdiri di atas kaki sendiri.

Tak ada bangsa yang benar-benar merdeka jika perut rakyatnya bergantung pada negeri lain. Kemandirian pangan bukan sekadar soal logistik, melainkan fondasi mental dan moral sebuah peradaban. Dan dari tempe lokal yang membumi inilah, kebangkitan itu dapat dimulai dengan keyakinan, bukan dengan ketergantungan.

Kiprah:

Agus Somamihardja bukan hanya penggagas gagasan, tetapi pelaksana nyata di lapangan. Ia mendirikan Rumah Pangan Nusantara (RPN) di Bogor sebagai pusat edukasi, pembibitan, dan gerakan pangan lokal berbasis komunitas. Di tingkat nasional, ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Pakar Paguyuban Petani Koro Pedang Indonesia (PPKPI), mengoordinasikan jaringan petani untuk mengembangkan alternatif pangan lokal berbasis kacang-kacangan Nusantara.

Melalui rubrik reflektif mingguan β€œJam Delapan Malam”, ia menulis dengan gaya khas yang merangkai sains modern, kebijaksanaan leluhur, dan kesadaran spiritual. Sementara itu, gagasan ekonominya dituangkan dalam model BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat), sebuah sistem ekonomi kerakyatan yang berupaya mengembalikan kendali atas produksi, distribusi, dan konsumsi kepada anak bangsa.

Scroll to Top