
Di meja dapur, sepiring kecil berisi kacang rebus siap disantap. Bagi sebagian orang, ini hanyalah camilan sederhana. Tapi siapa sangka, di balik kulitnya yang keras, tersimpan kekuatan besar: protein tinggi, serat, vitamin, mineral, hingga fitonutrien yang oleh sains modern diakui sebagai pelindung tubuh dari penyakit kronis.
Menurut standar WHO, kebutuhan protein orang dewasa berkisar 50β60 gram per hari. Banyak yang membayangkan angka itu hanya bisa dipenuhi dari daging atau susu. Padahal, kacang-kacangan lokal mampu menyumbang bagian besar dari kebutuhan itu. Seratus gram kacang tanah, misalnya, sudah memberi sekitar 25 gram protein (USDA, 2024). Kedelai lokal non-GMO bahkan mencapai 36 gram. Koro pedang, bintang baru dari ladang Nusantara, mampu menghasilkan 23β27-gram protein per 100-gram biji kering (Balitkabi, 2022).
Artinya, dengan dua porsi kecil setara satu mangkuk tempe koro atau satu piring gado-gado dengan tambahan tahu tempe kebutuhan protein harian orang dewasa sebenarnya sudah terpenuhi. Jika dipadukan dengan sumber nabati lain seperti kacang hijau, kacang tolo, atau lamtoro gung, maka pola makan berbasis protein lokal bukan hanya mencukupi, tapi juga jauh lebih efisien secara ekonomi dan ekologis.
Ragam kacang Nusantara sungguh melimpah. Kacang tanah kaya vitamin E dan lemak sehat, baik untuk jantung. Kacang hijau, sering hadir dalam bubur atau wedang, tinggi serat yang membantu pencernaan. Ada juga kacang tunggak atau tolo, dengan kandungan zat besi yang penting mencegah anemia. Koro pedang, yang mulai diperkenalkan kembali, kaya antioksidan dan potensial menjadi substitusi kedelai impor dalam industri tempe nasional, lebih mandiri dan berkelanjutan.
Tak berhenti di situ. Kacang merah yang kerap jadi campuran sup mengandung folat tinggi, baik untuk darah dan ibu hamil. Kacang gude, pangan tradisional di Jawa dan NTT, menyimpan mineral yang menguatkan tubuh. Kacang bambara, meski kecil, kaya kalsium untuk menjaga tulang. Semua ini adalah bagian dari warisan pangan lokal yang sering luput dari perhatian kita.
Selain yang tumbuh di ladang, Nusantara juga menyimpan kacang dari pohon. Mete atau mede, dengan rasa gurihnya, kaya magnesium yang mampu menurunkan tekanan darah. Kemiri, yang lebih sering kita pakai sebagai bumbu dapur, menyimpan minyak kaya omega-3 yang baik untuk otak dan rambut. Di Maluku, kenari menjadi kebanggaan: biji yang gurih ini kaya protein dan lemak sehat.
Keistimewaan kacang kacangan bukan hanya pada gizi untuk manusia, Kacang kacangan baik bagi tanah. Semua tanaman kacang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium di akarnya. Bakteri ini mampu mengikat nitrogen dari udara dan mengembalikannya ke tanah. Itulah sebabnya lahan yang ditanami kacang menjadi lebih subur, meski tanpa banyak pupuk kimia. Jadi, menanam kacang sama artinya dengan memberi makan bumi.
Dari sisi kesehatan, manfaat kacang sudah banyak terbukti. Mengurangi risiko penyakit jantung, menurunkan kolesterol, mengendalikan gula darah, hingga menurunkan risiko kanker. Seratnya melancarkan pencernaan, mikronutriennya memperkuat daya tahan tubuh. Singkatnya, sebutir kacang adalah benteng kecil bagi tubuh kita.
Ironisnya, Nusantara yang begitu kaya akan kacang masih bergantung pada kedelai impor untuk membuat tempe. Padahal tanah kita sanggup menumbuhkan aneka kacang lokal yang sama baiiknya sebagai sumber protein, Sudah terbukti sesuai dengan iklim tropis. Kacang lokal adalah jawaban sederhana atas pertanyaan besar: bagaimana bangsa ini bisa berdiri di atas kakinya sendiri.
Referensi
β’ World Health Organization (WHO). (2020). Protein and amino acid requirements in human nutrition.
β’ FAO. (2019). The State of the Worldβs Biodiversity for Food and Agriculture.
β’ Harvard T.H. Chan School of Public Health. (2023). Legumes and health.
β’ USDA FoodData Central. (2024). Nutrient profiles of peanuts and soybeans.
β’ Balitkabi (Balai Penelitian Taman Aneka Kacang dan Umbi). (2022). Potensi koro pedang sebagai sumber protein lokal.
*Bahan diperoleh dari berbagai sumber. Penulisan dibantu AI