Ketika Sel T Bicara

Shared tulisan

Sains modern kembali menyingkap kebenaran yang telah lama diyakini para leluhur dan diajarkan oleh semua agama besar: jangan makan berlebihan, dan berpuasalah.

Studi-studi terbaru dimuat dalam Nature Communications (2023) dan Nature Metabolism (2024), menunjukkan bahwa puasa memicu perubahan penting dalam sistem imun dan fungsi otak. Misalnya, beberapa jenis sel imun seperti monosit bermigrasi kembali ke sumsum tulang selama puasa, sebagai cara tubuh menghemat energi (Collins et al., 2023).

Sementara itu, ekspresi gen pada pusat pengatur perilaku makan di otak ikut mengalami penyesuaian (Zhou et al., 2024). Bahkan, penelitian dalam Nature Mental Health menyebutkan bahwa puasa membantu memperbaiki fungsi memori dan mengurangi stres oksidatif.

Artinya? Tubuh justru menjadi lebih jernih, lebih “waras”, saat perut kosong. Ini bukan sekadar soal tidak makan. Ini tentang menyetel ulang irama tubuh agar. Ini selaras kebijaksanaan yang diwariskan leluhur dan kitab suci jauh sebelum sains mengenalnya.

Penemuan ini memberi konteks biologis yang menarik terhadap ajaran kuno yang tak lekang oleh zaman. Islam, misalnya, mengajarkan untuk berbuka secukupnya dan berpuasa sebulan penuh setiap tahun. Nabi Muhammad SAW bahkan bersabda, “Kami adalah kaum yang tidak makan hingga lapar, dan bila makan tidak sampai kenyang.” Ajaran serupa ditemukan dalam agama-agama lain: puasa Pra-Paskah dalam Kristen, Yom Kippur dalam Yudaisme, dan tradisi uposatha dalam Buddhisme.

Leluhur Nusantara memiliki versinya sendiri: puasa mutih. Dalam tradisi Jawa, puasa mutih berarti hanya makan nasi putih dan minum air putih, biasanya sekali sehari. Tidak ada garam, gula, apalagi daging. Konon, ini bukan hanya untuk membersihkan tubuh, tapi juga untuk menjernihkan batin. Menariknya, penelitian modern kini menunjukkan bahwa pengurangan kalori dan penghindaran lemak jenuh selama periode terbatas dapat mengurangi inflamasi sistemik dan meningkatkan kejernihan mental, persis seperti yang dituju oleh puasa mutih.

Apakah para leluhur tahu bahwa sistem kekebalan tubuh bisa “berbicara” langsung ke otak lewat sel T? Mungkin tidak dalam bahasa laboratorium. Tapi mereka mengamati, merasakan, dan mewariskan satu kesimpulan yang kini mulai dikejar oleh sains: perut yang kosong kadang membawa jiwa yang terang.

Hari ini, ketika obesitas meningkat dan gangguan mental menghantui generasi muda, temuan tentang perubahan sistem imun saat puasa bukan sekadar berita medis. Ia adalah pengingat, bahwa tubuh dan jiwa kita bekerja dalam harmoni yang rapuh. Ajaran agama dan kearifan lokal bukanlah relik masa lalu, melainkan peta kuno yang mungkin lebih akurat daripada algoritma.

Jadi, sebelum menertawakan puasa mutih atau menganggap ajaran agama hanya mitos, dengarkan dulu suara kecil dari dalam tubuh. Barangkali, sel T sedang bicara.

ditulis dengan bantuan AI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top