Ahmed Hulusi dan Kitab Kesadaran

Shared tulisan

Di era ketika agama sering dibungkus antara dua kutub: formalitas ritual atau politik identitas, hadir seorang lelaki yang tidak menyebut dirinya ulama. Bukan pula guru tarekat. Ia tak berfatwa dan tak mencari pengikut. Dia juga tidak meminta bayaran atas tulisan-tulisannya.

Dia adalah Ahmed Hulusi

Lahir di Turki pada 1945, hidupnya ia dedikasikan untuk satu hal: menafsir ulang makna agama. Bukan sebagai sistem aturan luar, tapi sebagai peta menuju kesadaran terdalam manusia.

Siapa Sebenarnya Manusia?

Bagi Ahmed Hulusi, manusia bukan tubuh. Bukan daging, bukan otot, bahkan bukan otak.

Manusia adalah kesadaran.

Menurutnya, otak hanyalah terminal penerima, pemroses gelombang informasi dari sistem kesadaran kosmik yang disebut Allah.

Allah, menurut Ahmed Hulusi, bukanlah “Tuhan antropomorfik”.Bukan sosok yang digambarkan duduk bersemayam di suatu tempat di langit sana. Memiliki wajah, tangan, atau emosi sebagaimana makhluk ciptaan-Nya.

Pandangan ini menggugurkan gambaran-gambaran populer dalam banyak narasi keagamaan yang secara tak sadar mempersonifikasikan Tuhan seperti manusia agung di takhta langit.

Bagi Hulusi, Tuhan tidak bersemayam di suatu tempat fisik, karena Dia bukan entitas luar, tetapi hakikat yang meliputi, menghidupi, dan hadir dalam seluruh wujud.

Allah adalah sistem kesadaran mutlak. Zat yang mengatur semesta lewat fungsi-fungsi Asmaul Husna, dan hidup dalam diri setiap manusia.

Bagi Hulusi, Allah adalah Realitas Mutlak, bukan sosok fisik, melainkan kesadaran yang meliputi segalanya dan hadir dalam struktur terdalam eksistensi manusia itu sendiri.

Al-Qur’an sebagai Manual Kesadaran

Al-Qur’an, kata Hulusi, bukan sekadar kitab hukum atau pedoman ritual. Ia adalah manual sistem. Sebuah kitab yang, bila dibaca dengan kunci batiniah, akan membuka lapisan-lapisan kesadaran diri dan mengenalkan manusia kepada realitas eksistensialnya.

Bacalah ayat-ayat-Nya, kata Hulusi. Bukan hanya dengan suara dan lidah, tapi dengan gelombang kesadaran. Jangan sekadar mengaji, tapi menyatu.

Zikir dan Shalat dalam Sudut Pandang Frekuensi

Zikir, bagi kebanyakan orang, hanyalah repetisi kata suci.
Namun bagi Hulusi, zikir adalah aktivasi neuron, sinkronisasi kesadaran, penyetelan otak kepada frekuensi ilahiah.

Shalat bukan sekadar gerakan tubuh.
Ia adalah latihan untuk menyambung kembali kesadaran kita dengan sistem ilahi, sebuah momen untuk mengingat siapa kita sebenarnya. Dalam shalat, manusia diajak keluar dari ilusi dunia, dan kembali terhubung dengan sumber eksistensinya.

Karena itulah, shalat yang dijalankan dengan kesadaran akan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Bukan karena gerakannya, tapi karena getaran kesadarannya yang menyaring pikiran dan perilaku.

Ini bukan sekadar teori. Ini bukan sekadar mistik.

Pandangan-pandangan Hulusi bersentuhan erat dengan sains modern: neurosains, kosmologi, fisika kuantum, dan model semesta holografik.

Apa Sumbangsih Nyatanya?

Ahmed Hulusi menulis lebih dari 30 buku. Semuanya ia berikan secara gratis.
Buku seperti Decoding the Quran, The Essence of Man, dan The Beautiful Names telah membuka jalan baru bagi ribuan pembaca untuk memahami Islam bukan sebagai beban budaya, tapi sebagai ilmu sadar.

Di tengah dunia Islam yang banyak berdebat tentang hukum, fiqih, dan batas aurat, Hulusi mengajak kita merenung:

Apakah kita benar-benar mengenal siapa diri kita?

Ataukah kita hanya mewarisi sistem yang kita tak pernah pahami?

Kebangkitan Kesadaran

Pemikiran Ahmed Hulusi membuka ruang bagi satu hal penting: kebangkitan Islam dari dalam, dari kesadaran, bukan dari simbol.
Bukan lewat kemarahan atau nostalgia masa lalu, tapi lewat pencarian jujur terhadap realitas diri.

Karena sesungguhnya, seperti tertulis dalam Al-Qur’an:

“Aku lebih dekat kepadamu daripada urat lehermu.” (QS Qaf: 16)

Tapi bagaimana kita bisa merasa dekat jika kita tidak pernah benar-benar hadir dalam kesadaran?

Catatan Penutup

Pemikiran Ahmed Hulusi mungkin belum sepopuler nama-nama besar Timur Tengah,
tapi dalam kesunyiannya, ia telah menjadi lentera.

Bukan hanya menunjukkan jalan, tapi untuk menyadarkan bahwa jalan itu sudah ada. Di dalam diri kita sendiri.

*Bahan diperoleh dari berbagai sumber. Penulisan dibantu AI

1 thought on “Ahmed Hulusi dan Kitab Kesadaran”

  1. Pingback: Bertani Tradisional, Berdaya Global – Agus Somamihardja

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top