
Pertengahan Agustus 2025 ini, tim peneliti lintas negara: University of Surrey bekerja sama dengan University of Lincoln, Toshiba Europe’s Cambridge Research Lab, Arizona State University, dan KAIST di Korea, mengumumkan temuan yang mengundang decak kagum.
Robot kini bisa menyesuaikan gerakannya seperti manusia, agar benda yang dipegang tidak terlepas dari genggaman.
Hasil penelitian yang dimuat di TechXplore ini berangkat dari pengamatan sederhana: yakni ketika manusia memegang benda licin atau rapuh, kita jarang menambah tenaga genggaman. Yang kita lakukan justru mengubah Gerakan, memperlambat Langkah dan memiringkan tangan, atau menyesuaikan arah.
Adaptasi gerakan inilah yang kini coba diajarkan kepada mesin.
Metode yang mereka kembangkan disebut tactile forward model. Sebuah model prediktif yang memperkirakan sensasi sentuhan berdasarkan gerakan yang direncanakan. Jika sistem ini membaca potensi benda tergelincir, robot tidak menambah tekanan, melainkan mengubah lintasan gerakannya.
Perlahan, hati-hati, mirip ketika kita menahan gelas berisi air agar tidak tumpah.
Hasil uji coba pada lengan robot Franka Emika sungguh meyakinkan. Robot berhasil menjaga benda tetap aman meski bentuk, tekstur, atau arah gerakan yang diuji belum pernah dipelajari sebelumnya.
Dengan kata lain, sistem ini mampu melakukan generalisasi kemampuan yang dulu hanya kita, manusia, yang memilikinya.
Apa menariknya?
Jika dulu robotika lebih sering mengandalkan penambahan tenaga, kini arahnya bergeser ke penambahan kepekaan. Bayangkan penerapannya. Di ruang operasi, lengan robot bisa menyerahkan instrumen bedah tanpa merusak alat halus. Di pabrik, mesin bisa merakit komponen kecil tanpa menghancurkannya. Di gudang logistik, robot bisa mengangkat paket licin tanpa jatuh berantakan.
Bahkan di rumah, robot bisa menyodorkan secangkir teh tanpa menumpahkan isinya.
Para peneliti kini melangkah lebih jauh: menggabungkan sistem prediktif ini dengan penglihatan computer. Melatih robot menghadapi benda yang lentur, hingga melibatkan koordinasi dua tangan. Mereka juga sedang berupaya meningkatkan kecepatan perhitungan agar bisa dipakai dalam situasi nyata secara real-time.
Lalu, apa maknanya bagi kita?
Kita sering cemas mesin akan mengambil alih pekerjaan manusia. Robot yang makin mirip manusia bukanlah untuk menyingkirkan kita, melainkan melengkapi kita. Kemajuan teknologi memberi ruang bagi manusia untuk fokus pada pekerjaan yang lebih bermakna.
Pekerjaan yang membutuhkan rasa, bukan sekadar gerakan mekanis.
Ada refleksi yang tak boleh kita lewatkan: gerakan paling sederhana manusia, sekadar menggenggam dengan hati-hati ternyata begitu rumit hingga butuh kolaborasi universitas lintas benua untuk diajarkan pada robot. Bukankah ini pertanda betapa sering kita meremehkan anugerah tubuh dan kesadaran kita sendiri?
Mesin baru saja belajar sesuatu yang sejak lahir kita kuasai: menjaga agar sesuatu yang berharga tidak terlepas dari genggaman. Maka ironis bila kita, manusia yang diberi akal dan rasa, justru melepaskan hal-hal yang lebih luhur:
Kebenaran, Keadilan, dan Kasih sayang.
Ilmu pengetahuan boleh melesat maju. Tetapi tanpa manusia yang mau menggenggam teguh nilai-nilai itu, semua teknologi hanyalah genggaman kosong, canggih tapi hampa, kuat tapi rapuh.
Karena pada akhirnya, bukan mesin yang diuji, melainkan kita sendiri: masihkah kita mampu menggenggam erat yang hakiki, agar hidup ini tidak tergelincir dan terlepas dari tujuan?
*Bahan diperoleh dari berbagai sumber. Penulisan dibantu AI