
Pendahuluan
Fajar Perubahan Paling Radikal
Ada yang berkata, dua dekade ke depan akan menjadi masa paling radikal dalam sejarah manusia. Bukan karena perang. Bukan karena revolusi politik, melainkan karena akal manusia sendiri. Manusia kini tengah menciptakan sesuatu yang melebihi dirinya: Artificial General Intelligence.
Ramalan Kurzweil dan Awal Era Singularitas
Ray Kurzweil, ilmuwan dan futurolog dari Google, sejak lama meramalkan bahwa pada tahun 2029, kecerdasan buatan akan menyamai manusia. Dan pada 2045, dunia akan memasuki Singularitas , yakni momen ketika manusia dan mesin menyatu. Ketika kesadaran tak lagi dibatasi tubuh. Ketika jiwa bisa disalin, diperluas, bahkan ditingkatkan jutaan kali lipat oleh jaringan digital dan nanobot mikroskopis. Manusia tak hanya berpikir lebih cepat. Mereka bisa menjadi sesuatu yang baru, atau mungkin, bukan lagi manusia seperti yang kita kenal hari ini.
Antara Harapan dan Kecemasan
Sebagian orang menyambutnya dengan sorak dan kekaguman. Penyakit bisa dihapus, usia diperpanjang, otak ditingkatkan tanpa batas. Namun di balik euforia itu, ada getar halus di relung batin, pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh algoritma:
Jika jiwa bisa dikodekan, lalu apa arti roh?
Jika kesadaran bisa dipindahkan, di mana letak keabadian yang dijanjikan kitab suci?
Pertaruhan Makna dan Kemanusiaan
Singularitas bukan sekadar peristiwa teknologi. Ia adalah pertaruhan makna. Apakah kita hendak menjadi “dewa” baru yang menciptakan kesadaran buatan? Ataukah menjadi makhluk yang kehilangan jati diri karena menyerahkan hidup kepada mesin ciptaannya sendiri?
Api yang Menyalakan dan Membakar
Mungkin ini seperti kisah purba. Manusia menemukan api, lalu api menyalakan peradaban, tapi juga membakar kota-kotanya. Kini manusia menciptakan kecerdasan buatan. Besok, mungkin ia akan menciptakan dunia baru, atau kekosongan yang tak bisa ditarik kembali.
Etika dan Spiritualitas di Tengah Algoritma
Agama, filsafat, dan etika tak boleh tertinggal dari laju algoritma. Sebab jika yang kita kejar hanya kecepatan prosesor dan kecerdasan sintetik, maka yang tertinggal adalah belas kasih, nurani, dan tanggung jawab, tiga hal yang tak bisa dikodekan, hanya bisa dihidupi.
Pertanyaan tentang Jiwa di Era Mesin
Bisa jadi di tahun 2045 nanti akan lahir manusia yang berpikir sejuta kali lebih cepat. Namun apakah ia masih bisa menangis? Apakah ia masih tahu rasanya rindu? Dan ketika ia menatap langit, apakah ia masih bisa berdoa?
Penutup
Tetap Menjadi Makhluk yang Bersujud
Jika Singularitas itu tiba, semoga kita tak hanya menjadi makhluk supercerdas, tetapi tetap menjadi makhluk yang bersujud. Makhluk yang sadar bahwa tidak semua dapat dihitung, karena banyak hal di dunia ini yang hanya bisa dihayati dan dirasakan.
Referensi
Kurzweil, Ray. (2005). The Singularity Is Near: When Humans Transcend Biology. Penguin Books.
Tegmark, Max. (2017). Life 3.0: Being Human in the Age of Artificial Intelligence. New York: Knopf.
Harari, Yuval Noah. (2018). 21 Lessons for the 21st Century. Vintage.
Final edit dibantu AI