Seni Melepaskan, Seni Menjadi Ringan

Shared tulisan

Ada satu hal yang sering kita lupakan di tengah kesibukan dan ambisi hidup: bahwa hidup ini tidak harus seberat yang kita bayangkan. Kita bisa memilih untuk melepaskan. Bukan berarti menyerah, melainkan memberi ruang bagi diri untuk bernapas.

Penelitian psikologi kontemporer menegaskan, melepaskan beban pikiran membuat otak kita lebih tenang, jantung berdetak lebih stabil, dan kualitas tidur meningkat (Fredrickson, 2009; WHO, 2024). Tetapi, melepaskan bukanlah teori kosong. Ia adalah keterampilan hidup sehari-hari yang bisa dipraktikkan.

Mari kita lihat beberapa cara sederhana.

Pertama, lakukan three-breath reset, yakni tiga tarikan napas sadar yang disertai pengakuan emosi. Cara ini bukan sekadar latihan pernapasan, melainkan sebuah jeda, sebuah kesempatan untuk berkata pada diri sendiri: β€œAku hadir, aku ada di sini” (UCLA Mindfulness Center, 2023).

Kedua, hentikan kebiasaan membandingkan diri. Dunia digital membuat kita mudah mengukur diri lewat pencapaian orang lain. Padahal, hidup sejati bukanlah kompetisi, melainkan kesetiaan pada nilai yang kita pilih: kejujuran, rasa ingin tahu, atau kasih sayang. Dari situlah hidup menjadi bermakna (Brown, 2015).

Ketiga, belajarlah memaafkan dengan cara kecil. Menuliskan sakit hati di satu sisi kertas, lalu menulis apa yang ingin dilepaskan di sisi lain. Ini bisa menjadi ritual kecil untuk membersihkan jiwa (David, 2016). Tidak ada yang lebih merusak daripada dendam yang dipelihara.

Keempat, beri ruang bagi β€œmain.” Satu jam dalam seminggu untuk tertawa, bernyanyi, atau sekadar berjalan tanpa tujuan. Hidup bukan hanya bekerja, tetapi juga bermain. Bahkan Rasulullah pernah berkata bahwa tubuh memiliki haknya, termasuk hak untuk beristirahat (Khalifah, 2018).

Kelima, hadapilah keterbatasan dengan bijak. Tidak semua bisa kita kontrol. Ada yang hanya bisa kita pengaruhi. Ada yang cukup kita amati. Membebaskan diri dari ilusi kontrol adalah bentuk kebijaksanaan yang membuat langkah lebih ringan.

Dan akhirnya, jangan remehkan pertemanan. Hubungan yang sehat adalah penyangga kebahagiaan. Auditlah lingkaran kita: siapa yang memberi energi, siapa yang menyedot energi. Lalu perbanyak waktu dengan orang yang membuat kita tumbuh. Seperti pepatah Sunda berkata, Sing sareundeuk saigel sabobot sapihanean .

Hidup akan terasa ringan bila dijalani bersama-sama.
Semua ini sederhana, tetapi dampaknya dalam. Kita bisa memilih: hidup dengan beban yang semakin menekan. Atau hidup dengan kelegaan yang membuat hati lapang.
Melepaskan bukan berarti kehilangan. Melepaskan berarti menemukan kembali diri yang paling otentik.

Daftar Referensi

  1. David, S. (2016). Emotional Agility: Get Unstuck, Embrace Change, and Thrive in Work and Life. Avery Publishing.
  2. Brown, B. (2015). Rising Strong: The Reckoning. The Rumble. The Revolution. Spiegel & Grau.
  3. Fredrickson, B. L. (2009). Positivity: Top-Notch Research Reveals the 3-to-1 Ratio That Will Change Your Life. Crown Publishing.
  4. UCLA Mindfulness Research Center. (2023). Three-Breath Reset Practice Guide.
  5. World Health Organization (WHO). (2024). Lifestyle, Emotional Regulation, and Mental Well-being.
  6. Khalifah, A. (2018). Prophetic Balance: Rights of the Body in Islamic Tradition. Journal of Spiritual Health, 12(3), 45–58.

*Bahan diperoleh dari berbagai sumber. Penulisan dibantu AI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top