Menumbuhkan Hutan, Menumbuhkan Harapan

Shared tulisan

Di Turki, seorang pensiunan teknisi kehutanan bernama Hikmet Kaya memilih bekerja dalam diam. Selama 24 tahun, ia menanam lebih dari 25 juta pohon di gurun tandus kota Sinop, hingga berubah jadi hutan hijau lebat. Ia bekerja tanpa pamrih. Dia menghiraukan lelah, konsisten melanjutkan upaya penghijauan. Bahkan setelah ia pensiun pada 2002. Ia tidak menunggu dunia sadar. Ia terus menanam.

Apa yang dilakukan Kaya bukan sekadar menanam pohon. Ia menumbuhkan kehidupan. Ia menghidupkan kembali soil food web. Rantai kehidupan mikro dalam tanah yang menjadi dasar suburnya bumi. Tanpa itu, pohon tak tumbuh, air tak tinggal, dan hidup manusia pun rapuh.

Indonesia punya kisah serupa, meski tak banyak disebut media. Di kaki Gunung Arjuna, Jawa Timur, seorang petani sederhana bernama Paidi menanam ribuan pohon di lahan gundul sejak 2006. Ia membeli lahan kritis dengan uang pribadi. Iya menanaminya dengan pohon buah dan tanaman hutan. Kini, hutan rakyat itu menjadi sumber air dan pangan. Sekaligus peneduh bagi banyak makhluk (sumber: Mongabay, 2019).

Di Lereng Gunung Lawu, ada Mbah Sadiman, seorang petani tua dari Wonogiri. Selama puluhan tahun ia menanam lebih dari 11.000 pohon beringin dan pule di bukit gersang. Tujuannya sederhana: mengembalikan mata air yang hilang. Ia ditertawakan warga, ia dianggap gila. Tapi sekarang, air kembali mengalir. Desa-desa di lereng bukit memetik hasil kerja diamnya.

Kisah-kisah seperti ini mengingatkan kita bahwa penghijauan bukan proyek musiman. Bukan CSR seremonial. Ini pekerjaan seumur hidup. Orang seperti Kaya, Paidi, dan Mbah Sadiman tidak menunggu dana bantuan. Mereka menanam dengan keyakinan bahwa bumi ini bisa sembuh, asal kita tak lelah merawatnya.

Sementara itu, di ruang-ruang rapat di kota-kota, hutan terusndikorbankan. Mereka melegalkan penebangan hutan nama pertumbuhan. Hutan dibuka besar-besaran untuk sawit, tambang, padi, dan kawasan industri. Tapi alam tak bisa dibohongi. Ketika tanah kehilangan jaring kehidupannya, kita kehilangan air, udara bersih, dan pangan.

Kita tidak kekurangan orang baik. Kita hanya kekurangan ruang bagi kebaikan untuk tumbuh di negeri ini. Negara seharusnya jadi sekutu mereka yang menanam, bukan justru mendahulukan investor yang menebang. Bangsa yang ingin hidup lama, harus menanam dari sekarang. Dan tanah yang dirawat hari ini adalah warisan terbaik bagi generasi anak anak kita besok.

📚 Daftar Pustaka

Mongabay Indonesia. (2019, Oktober 21). Kisah Paidi, petani penghijau Gunung Arjuna dengan uang pribadinya. Diakses dari https://www.mongabay.co.id/
BBC Indonesia. (2019, November 28). Hikmet Kaya, pria yang menanam 30 juta pohon dan mengubah gurun di Turki menjadi hutan. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/
Kompas.com. (2020, Juni 5). Mbah Sadiman: Dari gila karena menanam pohon, kini panen air dan penghargaan. Diakses dari https://www.kompas.com/
FAO (Food and Agriculture Organization). (2020). Forest restoration: A path to recovery and resilience. Rome: FAO Publications.
World Resources Institute (WRI). (2021). Restoring forests for sustainable future: Lessons from community-based initiatives in Indonesia. Washington DC: WRI.
Tempo.co. (2021, Agustus 7). Penghijauan bukan hanya proyek, tapi panggilan hati. Diakses dari https://www.tempo.co/
National Geographic Indonesia. (2022, Maret 18). Menanam harapan: Perjuangan masyarakat dalam memulihkan hutan Indonesia. Diakses dari https://www.nationalgeographic.grid.id/
CIFOR (Center for International Forestry Research). (2020). Community forestry and land restoration in Southeast Asia. Bogor: CIFOR.

Bahan dirangkum dari berbagai sumber. Penulisan dibantu AI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top