
Pendahuluan
Di Antara Kekuasaan dan Kebijaksanaan
Di Tiongkok kuno, jauh sebelum kertas ditemukan, ketika istana dipenuhi intrik dan keruntuhan moral, lahirlah seorang bayi di negeri Chu, sekitar abad ke-6 sebelum Masehi. Ia kelak dikenal sebagai Laozi, sang “Orang Tua Bijak.”
Awal Kehidupan Sang Bijak
Legenda mengatakan, Laozi lahir dengan rambut putih dan wajah tua, seolah ia sudah membawa kebijaksanaan sejak lahir. Nama aslinya adalah Li Er. Ayahnya seorang pejabat kecil yang jujur namun miskin. Sedangkan ibunya perempuan sederhana yang percaya pada keselarasan alam. Dari keduanya, Laozi mewarisi kelembutan dan kepekaan batin. Sejak kecil, Laozi bukan anak yang suka menonjol. Ia lebih sering duduk di tepi sungai, mengamati air yang mengalir. ‘Air tidak tergesa,’ katanya kepada ibunya. ‘Tapi selalu sampai ke laut.’ Kebiasaan itu kelak menjadi dasar filsafat hidupnya: hidup yang selaras. Hidup yang tidak memaksa dan tidak melawan arus.
Pelayan Istana dan Kejatuhan Moral Dinasti Zhou
Ketika dewasa, Laozi menjadi arsiparis di perpustakaan istana. Pekerjaan itu membuatnya membaca banyak naskah kuno dan ajaran leluhur. Namun di balik itu, ia menyaksikan kerusakan moral para bangsawan. Ia menyaksikan korupsi, perebutan kekuasaan, dan perang yang menindas rakyat kecil. Dari kegelisahan ini lahirlah kesadarannya: semakin keras manusia berusaha mengatur dunia, semakin jauh ia dari Tao, keseimbangan alam.
Pencerahan di Bawah Cahaya Bulan
Suatu malam, setelah melihat para pejabat menindas petani, Laozi berjalan keluar istana. Ia menatap bulan. Di sanalah ia mengalami pencerahan batin: semua kehidupan memiliki iramanya sendiri. Manusia, air, gunung, tumbuhan. ‘Bila manusia berhenti melawan arus,’ pikirnya, ‘alam akan menuntunnya menuju keseimbangan.’
Perjalanan dan Lahirnya Tao Te Ching
Merasa tak sanggup lagi menyaksikan keserakahan, Laozi meninggalkan istana. Ia mengembara. Dalam perjalanan, ia belajar dari alam: dari bunga yang mekar, dari angin yang berhembus dan dari air yang mengalir. Di perbatasan barat, ia bertemu Yin Xi, penjaga gerbang. Sebelum pergi, Yin Xi memohon agar Laozi menuliskan ajarannya. Maka lahirlah naskah kecil berisi 81 pasal yang kelak dikenal sebagai Tao Te Ching. ‘Kitab tentang Jalan dan Kebajikan.’
Makna Ajaran Laozi: Hidup Seperti Air
Ajaran Laozi sederhana namun mendalam. Kekuasaan sejati lahir dari kerendahan hati. Kebajikan sejati bukan menundukkan dunia. Kebajikan mengikuti aliran alam. Kebijaksanaan sejati bukan menambah pengetahuan, tapi mengosongkan diri. ‘Kebajikan tertinggi seperti air,’ tulis Laozi. ‘memberi manfaat tanpa bersaing dan mengalir ke tempat yang paling rendah.’
Refleksi untuk Dunia Modern
Di zaman modern yang berisik oleh ambisi dan pencapaian, pesan Laozi terasa seperti air jernih di tengah debu kota. Kita diajak untuk berhenti melawan segalanya. Kita harus percaya pada aliran kehidupan. Sering kali yang kita butuhkan bukan kekuatan, tapi kebijaksanaan untuk melepaskan kendali.
Makna bagi Indonesia Hari Ini
Dalam konteks Indonesia, nilai malu dan jujur masih menjadi tanda hidupnya nurani. Nilai ini dijaga adat sejak dulu. Malu kalau salah, segan kalau kebenaran diabaikan. Dalam malu ada keseimbangan. Dalam jujur ada kekuatan. Bagi para pemimpin, belajarlah dari air. Air tidak sombong meski memberi kehidupan. Pemimpin sejati bukan yang menahan aliran air, tapi yang mengarahkannya untuk memberi kehidupan bagi semua.
Referensi
Laozi. (n.d.). Tao Te Ching. Terjemahan D.C. Lau. Penguin Classics, 1963.
Kohn, Livia. (1993). The Taoist Experience: An Anthology. State University of New York Press.
Waley, Arthur. (1934). The Way and Its Power: A Study of the Tao Te Ching and Its Place in Chinese Thought. London: Allen & Unwin.
Editing dibantu AI