Terinspirasi dari gagasan David Eagleman dalam Incognito

Barangkali kita bertanya, apakah dunia yang kita lihat dan rasakan benar-benar seperti apa adanya? Atau mungkinkah, dunia yang kita kenali hanyalah hasil olahan otak kita sendiri?
Menurut David Eagleman, ahli saraf dan penulis buku Incognito: The Secret Lives of the Brain, realitas yang kita alami bukanlah dunia sebagaimana adanya. Ini hanya konstruksi otak berdasarkan sinyal-sinyal terbatas dari indra. Otak tidak sekadar merekam dunia seperti kamera. Tetapi menafsir, menebak, dan membangun narasi agar semuanya terasa utuh dan logis.
Realitas yang Disaring
Eagleman menjelaskan bahwa otak manusia menerima sinyal dari mata, telinga, kulit, hidung, dan lidah. Namun sinyal itu tidak pernah lengkap. Mata hanya mampu menangkap sekitar 0,003% dari seluruh spektrum elektromagnetik. Sementara telinga hanya sensitif pada rentang gelombang 20–20.000 Hz.
Dari keterbatasan ini, Eagleman memperkenalkan konsep umwelt, yakni dunia subjektif yang dibentuk oleh batas kemampuan indra setiap makhluk. Manusia, burung, atau anjing masing-masing hidup dalam “versi realitasnya” sendiri.
Otak: Pencerita, Bukan Kamera
Bagi Eagleman, otak adalah pencerita ulung. Ia tidak menyalin realitas. Otak hanya mengisinya dengan tebakan agar terasa konsisten. Pada retina manusia terdapat titik buta, area tanpa reseptor cahaya. Namun kita tidak pernah melihat “lubang hitam” dalam penglihatan karena otak secara otomatis mengisi kekosongan itu dengan menebak pola di sekitarnya.
Begitu pula ilusi optik membuktikan bahwa otak lebih mementingkan makna daripada data mentah. Kita lebih suka cerita yang masuk akal daripada gambaran objektif.
Pengalaman yang Subjektif
Eagleman menekankan bahwa pengalaman manusia selalu subjektif. Pengalaman dipengaruhi oleh konteks, emosi, dan memori. Lagu yang sama bisa terasa bahagia atau menyedihkan tergantung suasana hati. Rasa makanan bisa berubah karena lapar atau karena disajikan dalam wadah yang berbeda.
Otak tidak hanya memproses sinyal, tapi mewarnainya dengan makna pribadi. Dengan kata lain, pengalaman kita tidak pernah netral. Ia selalu merupakan hasil dialog antara dunia luar dan keadaan dalam diri.
Otak Sebagai Mesin Prediksi
Salah satu gagasan kunci Eagleman adalah bahwa otak berfungsi sebagai mesin prediksi. Otak tidak menunggu informasi datang. Otak terus menebak apa yang akan terjadi berdasarkan pengalaman masa lalu. Ketika seseorang berbicara, otak lawan bicara sudah menebak kata berikutnya.
Saat melihat bola dilempar, otak otomatis menghitung lintasannya agar tangan siap menangkap. Prediksi ini mempercepat reaksi kita terhadap dunia yang bergerak cepat, tetapi juga menyebabkan kesalahan. Salah dengar, salah lihat, dan akhirnya salah tafsir.
Refleksi: Melihat Dunia dengan Rendah Hati
Pemahaman ini menuntun kita pada satu pelajaran penting. Jangan mudah merasa paling benar. Karena pengalaman kita adalah hasil tafsir otak, maka kebenaran yang kita yakini pun bisa jadi hanyalah versi otak kita sendiri. Eagleman menyimpulkan bahwa kesadaran hanyalah hasil akhir dari proses rekonstruksi otak. Kita hidup dalam realitas versi otak kita sendiri.
Kesadaran bahawa ada keterbatasan ini seharusnya melahirkan empati. Bahwa ketika orang lain berbeda pandangan, bukan berarti mereka salah. Munkin saja mereka melihat dunia dari jendela otak yang lain. “Kebijaksanaan dimulai ketika kita berhenti berusaha memenangkan kebenaran, dan mulai berusaha memahami.
Referensi
Eagleman, D. (2011). Incognito: The Secret Lives of the Brain. New York: Pantheon Books.
disarikan dari buku Incognito, karya Eagleman 2011, penulisan dibantu AI
Tetap semangat untuk mencari, memberi dan menginspirasi terbaik
Yang sudah baik dengan menginspirasi agar tetap dipertahankan
terima kasih Pak Irawan.